Kerajaan Banjar adalah kerajaan
Islam di pulau kalimantan yang wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar
daerah kalimantan pada saat sekarang ini. Pusat Kerajaan Banjar yang pertama
adalah daerah di sekitar Kuin Utara (sekarang di daerah Banjarmasin) , kemudian
dipindah ke martapura setelah keraton di Kuin dihancurkan oleh Belanda.
Kerajaan ini berdiri pada september 1526 dengan Sultan Suriansyah (Raden
Samudera) sebagai Sultan pertama Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar runtuh pada
saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar merupakan
peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda.
Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada
saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu.
CIKAL BAKAL
KERAJAAN BANJAR
Kemunculan Kerajaan
Banjar tidak lepas dari melemahnya pengaruh Negara Dahasebagai
kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah
Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan
Negara Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat
tersebut ditentang oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung
dan Bagulung. Setelah Raden Sukarama wafat, Pangeran Tumenggung merebut
kekuasaaan dari pewaris yang sah yaitu Raden samudera dan merebut tahta
kekuasaan Negara Daha.
Raden Samudera
sebagai pihak yang kalah melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir sungai
barito. Dia dilindungi oleh kelompok orang melayu yang menempati wilayah itu.
Kampung orang melayu itu disebut kampung oloh masih yang artinya kampung orang
melayu pimpinan Pati Masih. Lama kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota
banjarmasih karena ramainya perdagangan di tempat ini dan banyaknya pedagang
yang menetap. Dalam pelarian politiknya, raden Samudera melihat potensi
Banjarmasih dengan sumber daya manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial
untuk melawan kekuatan pusat, yaitu Negara Daha. Kekuatan Banjarmasih untuk melakukan
perlawaann terhadap Negara Daha akhirnya mendapat pengakuan formal setelah
komunitas melayu mengangkat Raden Samudera sebagai kepala Negara.
Pengangkatan ini
menjadi titik balik perjuangan Raden Samudera. Terbentuknya kekuatan politik
baru di banjarmasih, sebagai kekuatan politik tandingan bagi Negara Daha ini
menjadi media politik bagi Raden Samudera dalam usahanya memperoleh haknya
sebagai Raja di Negara Daha, sedangkan bagi orang Melayu merupakan media mereka
untuk tidak lagi membayar pajak kepada Negara Daha
Setelah menjadi
Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta
bantuan Kerajaan Demak. Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh
Sultan Demak, dengan syarat Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk
agama Islam. Syarat tersebut disanggupi Raden Samudera dan Sultan Demak
mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh Khatib Dayan. Setibanya di
Banjarmasih, kontingen Demak bergabung dengan pasukan dari Banjarmasih untuk
melakukan penyerangan ke Negara Daha di hulu sungai Barito. Setibanya di daerah
yang bernama Sanghiang Gantung, pasukan Bandarmasih dan Kontingen Demak bertemu
dengan Pasukan Negara daha dan pertempuran pun terjadi. Pertempuran ini
berakhir dengan suatu mufakat yang isinya adalah duel antara Raden samudera
dengan Pangeran Tumenggung. Dalam duel itu, Raden Samudera tampil sebagai
pemenang dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan banjarmasih.
Setelah kemenangan
dalam pertempuran, Raden Samudera memindahkan Rakyat Negara Daha ke Banjarmasih
dan Raden Samudera dikukuhkan sebagai Kepala negaranya. Pembauran penduduk
Banjarmasih yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan orang jawa
(kontingen dari Demak) menggambarkan bersatunya masyarakat di bawah
pemerintahan Raden Samudera. Pengumpulan penduduk di banjarmasih menyebabkan
daerah ini menjadi ramai, ditambah letaknya pada pertemuan sungai barito dan
sungai martapura menyebabkan lalu lintas menjadi ramai dan terbentuknya
hubungan perdagangan. Raden Samudera akhirnya menjadikan Islam sebagai agama
negara dan rakyatnya memeluk agama Islam. Gelar yang dipergunakan oleh Raden
Samudera sejak saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah. Kerajaan Banjar
pertama kali dipimpin oleh Sultan Suriansyah ini.
Kerajaan Banjar
semakin berkembang dan lama kelamaan luas wilayahnya semakin bertambah.
Kerajaan ini pada masa jayanya membentang dari banjarmasin sebagai ibukota
pertama, dan martapura sebagai ibukota pengganti setelah banjarmasin direbut
belanda, daerah tanah laut, margasari, amandit, alai, marabahan, banua lima
yang terdiri dari Nagara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua serta daerah
hulu sungai barito. Kerajaan semakin diperluas ke tanah bumbu, Pulau Laut,
Pasir, Berau dan kutai di panati timur. Kotawaringin, Landak, Sukadana dan
sambas di sebelah barat. Semua wilayah tersebut adalah Wilayah Kerajaan Banjar
(yang apabila dilihat dari peta zaman sekarang, Kerajaan Banjar menguasai
hampir seluruh wilayah kalimantan di 4 provinsi yang ada). Semua wilayah
tersebut membayar pajak dan upeti. Semua daerah tersebut tidak pernah tunduk
karena ditaklukkan,tetapi karena mereka mengakui berada di bawah Kerajaan
Banjar, kecuali daerah pasir yang ditaklukkan pada tahun 1663
gambar : muara
sungai kuin yang dulunya dekat dengan ibukota kerajaan banjar
RAJA-RAJA KERAJAAN
BANJAR
Kerajaan Banjar
yang berdiri pada 24 september 1526 sampai berakhirnya perang Banjar yang
merupakan keruntuhan kerajaan Banjar memiliki 19 orang raja yang pernah
berkuasa. Sultan pertama kerajaan Banjar adalah Sultan Suriansyah (1526 -
1545), beliau adalah raja pertama yang memeluk Agama Islam. Raja terakhir
adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan
pertempuran dengan belanda di puruk cahu.
Sultan Suriansyah
sebagai Raja pertama mejadikan Kuin Utara sebagai pusat pemerintahan dan pusat
perdagangan Kerajaan Banjar. Sedangkan Sultan Mohammad Seman berkeraton di
daerah manawing - puruk cahu sebagai pusat pemerintahan pelarian
Berikut adalah
rincian Raja-raja Kerajaan Banjar sejak berdirinya kerajaan hingga runtuhnya
kerajaan itu :
1526 - 1545 :
Pangeran Samudra
yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam
1545 - 1570 :
Sultan Rahmatullah
1570 - 1595 :
Sultan Hidayatullah
1595 - 1620 :
Sultan Mustain
Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah
yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang
hancur diserang Belanda pada Tahun 1612
1620 - 1637 :
Ratu Agung bin
Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah
1637 - 1642 :
Ratu Anum bergelar
Sultan Saidullah
1642 - 1660 :
Adipati Halid
memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah
Bagus Kesuma belum dewasa
1660 - 1663 :
Amirullah Bagus
Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran
Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin=
1663 - 1679 :
Pangeran Adipati
Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin
bergelar Sultan Agung
1679 - 1700 :
Sultan Tahlilullah
berkuasa
1700 - 1734 :
Sultan Tahmidullah
bergelar Sultan Kuning
1734 - 1759 :
Pangeran Tamjid bin
Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah
1759 - 1761 :
Pangeran Muhammad
Aliuddin Aminullah
1761 - 1801 :
Pangeran Nata
Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi
memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah
1801 - 1825 :
Sultan Suleman Al
Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah
1825 - 1857 :
Sultan Adam Al
Wasik Billah bin Sultan Suleman
1857 - 1859 :
Pangeran
Tamjidillah
1859 - 1862 :
Pangeran Antasari
yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina
1862 - 1905 :
Sultan Muhammad
Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar
untuk penjelasan
yang lengkap mengenai profil raja-raja Banjar bisa dibaca di website
ini
Gambar : Sultan
Hidayatullah dan gambar : Pangeran Antasari
Setelah
dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905, praktis
seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh.
Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang Banjar melalui sumpah
perjuangan "haram manyarah waja sampai kaputing" benar-benar
memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya
jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai perjuangan para pejuang
yang telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota
Banjarmasin yang sekarang adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan
Suriansyah dan pengikutnya
Gambar : Kota
Banjarmasin Sekarang ini
Sumber Referensi:
1. Sejarah Banjar
(Badan penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Selatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar